Dari Sriwijaya hingga Majapahit Jejak Kejayaan Nusantara – kisah tentang kebijaksanaan dalam mengelola laut dan perdagangan
Perjalanan sejarah Nusantara bukan sekadar kisah lama yang tersimpan di buku pelajaran, melainkan bukti nyata tentang kemampuan bangsa maritim dalam membangun peradaban besar di tengah lautan. Dua kerajaan yang menandai puncak kejayaan itu adalah Sriwijaya dan Majapahit. Keduanya tidak hanya meninggalkan prasasti dan artefak, tetapi juga warisan pemikiran, perdagangan, dan diplomasi yang masih terasa hingga kini.
Awal Kejayaan Sriwijaya Sebagai Pusat Maritim Asia Tenggara
Sriwijaya muncul di abad ke-7 di wilayah yang kini dikenal sebagai Palembang, Sumatra Selatan. Berdasarkan penelitian epigrafi dan catatan dari biksu Tiongkok I-Tsing, kerajaan ini merupakan pusat studi agama Buddha sekaligus pelabuhan transit internasional. Letaknya yang strategis di jalur perdagangan antara India dan Tiongkok menjadikannya titik vital ekonomi kawasan.
Dari hasil penelitian arkeologis di situs Karanganyar dan Bukit Siguntang, ditemukan sisa candi dan prasasti yang menegaskan peran penting Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Dalam perjalanan riset di Palembang pada 2023, tim arkeolog Universitas Sriwijaya mengungkapkan bahwa struktur pelabuhan kuno di tepian Sungai Musi memperlihatkan kemampuan teknik dan logistik yang maju pada masanya. Hal ini memperkuat anggapan bahwa Sriwijaya bukan hanya kerajaan dagang, melainkan juga pusat kebudayaan dan pendidikan yang kosmopolitan.
Kejayaan Sriwijaya bertahan berabad-abad karena kecerdikan mereka dalam menguasai jalur laut. Mereka tidak memerintah dengan cara ekspansi militer besar, melainkan melalui jaringan dagang dan diplomasi. Kapal-kapal mereka membawa rempah, emas, dan sutra, menjadi penghubung antarperadaban yang jauh terpisah ribuan kilometer.
Peralihan Zaman dan Lahirnya Majapahit
Ketika pengaruh Sriwijaya mulai memudar pada abad ke-13 akibat serangan dari kerajaan Cola di India Selatan dan munculnya pusat-pusat dagang baru di Jawa, muncul kekuatan baru di timur pulau Jawa. Majapahit, yang didirikan oleh Raden Wijaya pada 1293, menjadi tonggak kebangkitan Nusantara berikutnya.
Penulis yang pernah menelusuri situs Trowulan di Mojokerto, bekas ibu kota Majapahit, mendapati bahwa jejak kota ini menunjukkan perencanaan yang sangat maju. Struktur kanal, sistem drainase, dan tata ruang menunjukkan bahwa Majapahit memiliki tata kota terorganisir yang mendukung kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Penelitian Balai Arkeologi Jawa Timur pada 2022 bahkan mengungkap bahwa sebagian besar kawasan Trowulan dulunya dikelilingi tanggul air untuk mengatur irigasi sekaligus pertahanan.
Majapahit mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada. Melalui Sumpah Palapa, Gajah Mada menegaskan tekad untuk menyatukan seluruh Nusantara. Meski pernyataan itu terdengar idealis, bukti sejarah menunjukkan bahwa jaringan kekuasaan Majapahit memang menjangkau wilayah luas dari Semenanjung Malaya hingga sebagian wilayah Filipina selatan.
Sistem Pemerintahan dan Strategi Diplomasi
Salah satu keunggulan Majapahit adalah sistem pemerintahan yang berbasis pada struktur administratif dan hukum tertulis. Kitab Negara Kertagama karya Mpu Prapanca dan Pararaton memberikan gambaran bagaimana kerajaan ini mengatur wilayahnya melalui pejabat-pejabat daerah, sistem pajak, dan upacara keagamaan yang memperkuat legitimasi kekuasaan.
Dari hasil kajian sejarah yang dilakukan oleh Pusat Arkeologi Nasional pada 2024, ditemukan bukti bahwa Majapahit aktif menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan luar seperti Campa, Siam, dan Tiongkok. Hal ini membuktikan bahwa konsep “Nusantara” bukan sekadar romantisme masa lalu, tetapi merupakan visi politik dan ekonomi yang sangat maju untuk ukuran abad ke-14.
Kejayaan yang Berdampak pada Identitas Modern
Baik Sriwijaya maupun Majapahit sama-sama membangun dasar bagi lahirnya identitas kebangsaan Indonesia modern. Konsep persatuan dalam keragaman yang kini menjadi semboyan nasional telah ada sejak masa Majapahit, ketika berbagai suku dan budaya di kepulauan ini diikat dalam satu sistem yang relatif harmonis.
Ketika melakukan riset lapangan di situs Muara Takus di Riau dan Candi Tikus di Mojokerto, penulis melihat pola arsitektur yang menunjukkan kesinambungan ide. Kedua kerajaan menggunakan pendekatan sinkretik dalam beragama dan berbudaya. Sriwijaya menonjol dengan Buddhisme Mahayana, sedangkan Majapahit memadukan unsur Hindu dan Buddha dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks ekonomi dan perdagangan global modern, warisan kedua kerajaan ini juga tetap relevan. Jalur rempah yang dulu menjadi urat nadi perdagangan dunia kini dihidupkan kembali melalui program ekonomi maritim Indonesia. Semangat keterbukaan dan daya saing global yang ditunjukkan Sriwijaya serta Majapahit menjadi cermin bagi generasi baru dalam membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Tantangan dalam Menafsirkan Ulang Warisan
Namun memahami kedua kerajaan ini tidak selalu mudah. Banyak catatan sejarah yang hilang atau terdistorsi oleh waktu. Sebagian besar data berasal dari prasasti batu dan catatan asing seperti kronik Tiongkok, sehingga interpretasinya sering kali bersifat spekulatif. Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian arkeologi modern berusaha melengkapi celah ini melalui pendekatan multidisipliner, menggabungkan arkeologi, paleogeografi, dan digital reconstruction.
Sebagai contoh, proyek pemetaan digital Trowulan yang dilakukan pada 2023 berhasil memvisualisasikan tata kota Majapahit dalam model tiga dimensi. Inovasi seperti ini memungkinkan generasi kini melihat bagaimana kehidupan masyarakat pada masa itu berlangsung secara realistis. Langkah ini memperkuat kepercayaan publik terhadap hasil penelitian dan menghidupkan kembali minat terhadap sejarah Nusantara.
Penutup Refleksi dari Dua Pusat Peradaban
Dari Sriwijaya hingga Majapahit, perjalanan sejarah Nusantara adalah kisah tentang kebijaksanaan dalam mengelola laut, perdagangan, dan perbedaan. Kedua kerajaan ini bukan hanya simbol kejayaan masa lalu, tetapi juga cerminan bagaimana masyarakat kepulauan mampu membangun jaringan yang luas tanpa kehilangan identitas lokal.
Melalui bukti arkeologis, catatan sejarah, dan riset modern, kita dapat memahami bahwa kejayaan itu tidak lahir dari kekuasaan semata, melainkan dari kemampuan beradaptasi, berdagang, dan membangun hubungan antarbangsa. Menelusuri warisan mereka bukan sekadar mengenang, tetapi juga belajar bagaimana membangun masa depan yang berakar pada nilai-nilai kebijaksanaan leluhur.
